Posted by : Unknown Senin, 18 Maret 2013



 “Apabila telah datang pertolongan Allah.” (pangkal ayat 1). Terhadap kepada agama-Nya yang benar itu, dan kian lama kian terbuka mata manusia akan kebenarannya: “Dan kemenangan.” (ujung ayat 1).  Yaitu telah terbuka negeri Makkah yang selama ini tertutup. Dan menang Nabi SAW ketika memasuki kota itu bersama 10.000 tentara Muslimin, sehingga penduduknya takluk tidak dapat melawan lagi. Kedaulatan berhala yang selama ini mereka pertahankan dengan sebab masuknya tentara Islam itu dengan sendirinya telah runtuh. Berhala-berhala itu telah dipecahi dan dihancurkan. Ka’bah dan sekelilingnya telah bersih daripada berhala. Dan yang berkuasa ialah Islam: “Dan engkau lihat manusia masuk ke dalam Agama Allah dalam keadaan berbondong-bondong.” (ayat 2).
Artinya bahwa manusia pun datanglah berduyun-duyun, berbondong-bondong dari seluruh penjuru Tanah Arab, dari berbagai persukuan dan kabilah. Mereka datang menghadap Nabi SAW menyatakan diri mereka mulai saat itu mengakui Agama Islam, mengucapkan bahwa memang: “Tidak ada Tuhan, melainkan Allah, Muhammad adalah Rasul Allah.” Dengan demikian bertukar keadaan. Agama yang dahulu berjalan dengan sempit, menghadapi berbagai rintangan dan sikap permusuhan, sejak kemenangan menaklukkan Makkah itu orang datang berbondong menyatakan diri menjadi penganutnya.
Kalau sudah demikian halnya: “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu.” (pangkal ayat 3). Arti bertasbih ialah mengakui kebesaran dan kesucian Tuhan, dan bahwa semuanya itu tidaklah akan terjadi kalau bukan kurnia Tuhan. Dan tidaklah semuanya itu karena tenaga manusia atau tenaga siapa pun di dalam alam ini, melainkan semata-mata kurnia Allah. Sebab itu hendaklah iringi ucapan tasbih itu dengan ucapan puji-pujian yang tiada putus-putus terhadap-Nya, bahkan: “Dan mohon ampunlah kepada-Nya.” Ini penting sekali. Karena selama berjuang, baik 13 tahun masa di Makkah sebelum hijrah, ataupun yang 8 tahun di Madinah sebelum menaklullan, kerapkalilah engkau atau pengikut-pengikut engkau yang setia itu berkecil hati, ragu-ragu, kurang yakin, meskipun tidak dinyatakan, karena sudah begitu hebatnya penderitaan, namun pertolongan Tuhan belum juga datang. Hal ini pernah juga dibayangkan Tuhan di dalam janjinya (Surat 2, Al-Baqarah : 214):
“Atau apakah kamu sangka bahwa kamu akan masuk ke syurga, padahal belum datang kepada kamu seperti yang datang kepada yang sebelum kamu, mereka itu dikenai oleh kesusahan (harta-benda) dan kecelakaan (pada badan diri) dan digoncangkan mereka (oleh ancaman-ancaman musuh), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman besertanya, ’Bilakah akan datang pertolongan Allah itu?, ‘Ketahuilah bahwa pertolongan Allah itu telah dekat.’”
Sampai Rasul sendiri dan sampai orang-orang yang beriman yang mengelilinginya telah bertanya bila lagi kami akan ditolong, padahal kesengsaraan telah sampai puncak, tidak terderitakan lagi.
Mohon ampunlah kepada Allah atas perasaan-perasaan yang demikian, agar rasa hati itu bersih kembali, dan kasih dengan Tuhan bertaut lebih mesra daripada yang dahulu. Dan taubat daripada kegoncangan fikiran dan keragu-raguan yang mendatang dalam hati ialah dengan menyempurnakan kepercayaan kepada Tuhan; “Sesungguhnya Dia adalah sangat Pemberi Taubat.” (ujung ayat 3). Karena Dia adalah Tuhan, Dia adalah Kasih dan Sayang akan hamba-hamba-Nya, dan Dia adalah mendidik, melatih jiwa-raga hamba-Nya agar kuat menghadapi warna-warni percobaan hidup di dalam mendekati-Nya.
Seakan-akan berfirmanlah Tuhan: “Bila pertolongan telah datang dan kemenangan telah dicapai, dan orang telah menerima agama ini dengan tangan dan hati terbuka, maka rasa sedih telah sirna dan rasa takut telah habis. Yang ada setelah itu adalah rasa gembira, sukacita dan syukur. Hendaklah diisi kegembiraan itu dengan tasbih dan tahmid puji dan syukur, tabah kuatkan hati mendekatinya. Jangan takabbur dan jangan lupa diri.
Oleh sebab itu maka tersebutlah di dalam siirah (sejarah) hidup Nabi SAW bahwa seketika beliau masuk dengan kemenangan gemilang itu ke dalam kota Makkah, demi melihat orang-orang yang dahulu memusuhinya telah tegak meminggir ke tepi jalan, melapangkan jalan buat dilaluinya, beliau tundukkan kepalanya ke tanah, merendahkan diri kepada Tuhan, sehingga hampir terkulai ke bawah kendaraannya, unta tua yang bernama Qashwaa, yang dengan itu pula dia masuk ke sana kembali sebagai penakluk delapan tahun kemudian.
Menurut catatan Al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Al-Fathul-Bari, dalam Hadis yang dirawikan oleh Abu Ya’la dari Abdullah bin Umar, Surat ini diturunkan ialah ketika beliau berhenti di Mina di hari Tasyriq, pada waktu beliau melakukan Haji Wada’. Maka mafhumlah beliau bahwa Surat ini pun adalah menjadi isyarat juga baginya bahwa tugasnya sudah hampir selesai di dunia ini dan tidak lama lagi dia pun akan dipanggil ke hadhrat Tuhan.
Ada juga kemusykilan orang tentang riwayat itu. Sebab Haji Wada’ terjadi dua tahun setelah Makkah takluk. Tetapi yang mempertahankan riwayat itu mengatakan bahwa orang berbondong masuk ke dalam Agama Allah itu tidaklah putus-putus sampai pun ketika Haji Wada’ itu, bahkan sampai setelah beliau kembali ke Madinah selesai Haji Wada’.
Dan tersebut juga dalam catatang riwayat bahwa beberapa orang sahabat yang utama, sebagai Abu Bakar, Umar dan Abbas mengerti juga akan qiyas isyarat Surat ini. Karena mereka mengerti bahasa Arab, bahasa mereka sendiri, tahulah bayangan kata, kalau pertolongan telah datang dan kemenangan telah tercapai, artinya tugas telah selesai.
Sebab itu ada riwayat dari Muqatil, bahwa seketika ayat dibaca Nabi di hadapan sahabat-sahabat, banyak yang bergembira, namun ada yang menangis, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib.
“Mengapa menangis, paman?” Tanya Nabi SAW kepada beliau.
Abbas menjawab: “Ada isyarat pemberitahuan waktumu telah dekat!” “Tepat apa yang paman sangka itu,” kata beliau.
Dan hanya 60 hari saja, menurut keterangan Muqatil, sesudah beliau bercakap-cakap hal itu dengan Nabi, memang berpulanglah Nabi ke hadhrat Tuhan.
Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya memanggil orang-orang tua hadir dalam Perang Badar untuk pertemuan Shilatur-rahmi. Di sana hadir Ibnu Abbas yang masih muda. Beliau tanyakan pendapatnya tentang “Idzaa Jaa-a Nashrullaahi”, ini. Dia pun menyatakan bahwa Surat ini pun isyarat bahwa ajal Nabi telah dekat.
Dan sejak ayat itu turun, selalu Rasulullah membaca dalam sujud dan ruku’nya:                             
“Amat Suci Engkau, ya Tuhan kami, dan dengan puji-pujian kepada Engkau. Ya Tuhanku, ampunilah kiranya aku ini.
Berkata Ibnu Umar: “Surat Idzaa Jaa-a ini turun di Mina ketika Haji Wada’ (Haji Rasulullah yang terakhir, atau Haji Selamat Tinggal). Kemudian itu turunlah ayat “Al-Yauma Akmaltu Lakum Diinakum.” (Surat 5, ayat 3). Setelah ayat itu turun, 80 hari di belakangnya Rasulullah SAW pun wafat. Sesudah itu turun pulalah ayat Al-Kalalah (Suray 4, An-Nisa’, ayat 175 penutup Surat), maka 50 hari sesudah ayat itu turun, Rasulullah SAW pun kembalilah ke hadhrat Tuhan. Kemudian turunlah ayat “Laqad Jaa-akum Rasuulun Min Anfusikum.” (Surat 9, At-Taubah, ayat 128), maka 35 hari setelah ayat itu turun beliau pun meninggal. Akhir sekali turunlah ayat “Wattaqquu Yauman Turja’uu-na Fiihi Ilallaah.” (Surat 2, Al-Baqarah ayat 281). Maka 21 hati setelah ayat itu turun, beliau pun meninggal.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Visitor

Contact

Welcome

pagerank dan seo

Popular Post

About

Blogger news

Blogroll

Blogger templates